Kamis, 05 Agustus 2010

Prof. Hamidi, Pribadi yang Teguh dan Guru yang Mengayomi

Prof. Hamidi, Pribadi yang Teguh dan Guru yang Mengayomi


Hari ini, Kamis, 5 Agustus 2010, ba’da maghrib, kita kehilangan lagi sesosok guru yang sederhana, Prof. Dr. H. Hamidi. Guru besar Ilmu Komunikasi FISIP UMM ini meninggal tak lama setelah dirawat di ICU RSI Aisyiyah, Malang, akibat pendarahan otak. Sebelum Prof. Hamidi, guru besar UMM lain yang mendahului kita adalah Prof.Muslan Abdurahman, di RS yang sama. Kedua guru besar itu dikenal memiliki sifat yang hamper sama, tawadhu’. Sungguh UMM sangat kehilangan beliau berdua sebagai sosok tauladan bagi keluarga besar sivitas akademikanya.

Prof. Hamidi, bersama-sama pak Budi Suprapto dan pak Farid Rusman, adalah perintis awal jurusan Ilmu Komunikasi. Ketiganya sering bercerita bagaimana masa-masa awal mempertahankan jurusan yang sangat kurang diminati. Ketiga orang ini memiliki sikap dan sifat yang berbeda-beda tetapi saling melengkapi. Tak jarang ketiganya terlibat dalam perdebatan, setidaknya itulah yang diketahui yunior-yuniornya, seperti saya, lewat cerita mereka bertiga dalam berbagai kesempatan.

Saya memiliki kesan yang mendalam pada sosok Almarhum. Sebab, sebelum saya menjadi koleganya di jurusan Komunikasi, beliau adalah dosen dan pembimbing skripsi saya. Telaten sekali ketika membimbing. Sabar dan tidak menyalahkan secara serta merta. Mengajak berfikir dan memasukkan nilai-nilai moral dan filsafat di dalam pemikirannya.

Di sisi lain, sosok Prof. Hamidi adalah pribadi yang keukeuh pendirian. Tentu, teman-teman di jurusan tau bagaimana beliau mempertahankan pendapatnya. Sebagai pengajar metode penelitian, ada bagian yang menurut beberapa teman berbeda, termasuk saya. Saya sering merasa geregatan dengan pendapat beliau yang menurut saya berlawanan dengan pendapat saya, dan mungkin teman-teman lain. Sampai akhirnya, saya kemukakan perbedaan itu di depan beliau. Saya tidak menyangka, ternyata beliau sangat terbuka terhadap kritik. Beliau menerima perbedaan itu, walau tetap pada pendiriannya. Haqqul yakin, katanya. Ya sudah, saya tetap pada pendirian saya dan tidak menyalahkan mahasiswa mengikuti pendapat beliau, tetapi beliau tetap pada pendiriannya dan tidak melarang mahasiswa mengikuti pendapat saya. Sangat bijaksana, bukan.

Sebelum berangkat ke Turki, akhir Juni lalu saya berpapasan di lift kampus. Jalannya agak terseok. Belakangan saya ketahui ternyata kaki beliau habis keseleo setelah saya tanyakan sebabnya. Seorang tukang ojek sudah menunggu di mulut jembatan GKB I UMM. Semenit kemudian, tukang ojek itupun membawa Prof. Hamidi ke terminal Landungsari untuk kemudian oper angkutan kota menuju Jl. Ahmad Dahlan, rumah kediamannya. Rupanya tukang ojek itu adalah langganan Prof. Hamidi.

Begitulah kesehariannya. Jika masuk kampus beliau memilih turun di terminal dan jalan kaki melewati jembatan gantung UMM. “Kan sambil olah raga,” katanya sewaktu saya tanya, kok jalan saja. Sedangkan kalau pulang, karena jalanan nanjak dan tenaga sudah habis dikuras untuk beraktivitas, beliau cukup sms kepada tukang ojek langganannya. Tidak merepotkan orang lain untuk mengantarkannya. Beliau bukan guru besar yang bermewah-mewah dengan mobil maupun jemputan. Sungguh pribadi yang teguh dan sederhana.

Sewaktu pengukuhan beliau sebagai guru besar, rektor Bapak Muhadjir Effendy memberi apresiasi yang sangat mendalam untuk Prof. Hamidi. Katanya, Prof. Hamidi adalah teladan bagi seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa UMM karena selain aktif berdakwah di Muhammadiyah, juga merupakan dosen yang profesional. UMM, lanjut rector, sangat memerlukan orang yang tak hanya punya komitmen tetapi juga professional, punya kompetensi. Dalam hal ini, tak ada yang bisa membantah, Prof. Hamidi adalah cerminan dari sosok yang memiliki dedikasi, komitmen serta profesionalisme tinggi sebagai seorang guru.

Sebagai ulama, Prof. Hamidi juga produktif berdakwah. Selain menulsi buku tentang komunikasi dakwah, beliau juga sering mengisi khutbah-khutbah di masjid-masjid. Dua bulan lalu saya mengikuti khutbahnya di masjid Siti Khodijah, Jl. Arjuno. Katanya, seminggu lalu, beliau juga mengisi khutbah di masjid AR Fahruddin UMM. Saya tak tahu apa isi tema khutbah terakhirnya itu. Mudah-mudahan masih menjadi pedoiman bagi jamaahnya.

Selamat jalan Prof Hamidi. Guru, orang tua dan kolega yang sangat kami sayangi. Semoga Allah memberimu tempat terbaik sebagaimana amal soleh dan pahala ilmumu yang selalu akan mengalir untukmu. Kami semua insya Allah akan melanjutkan perjuanganmu.

Ankara, 5 Agustus 2010.
Oleh,Nasrullah